KEBAKARAN HUTAN INDONESIA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
Hutan
merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan
non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,
rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan
perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun
1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri
Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya
makin meningkat.
Kebakaran
hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak
negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan
ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan
produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat,
sungai, danau, laut dan udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia
akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.
Berbagai
upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan telah dilakukan termasuk
mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai
Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan yang
cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan makin
sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup
besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh
karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi
kebakaran hutan.
Tulisan
ini merupakan sintesa dari berbagai pengetahuan tentang hutan, kebakaran hutan
dan penanggulangannya yang dikumpulkan dari berbagai sumber dengan harapan
dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para peneliti, pengambil kebijakan
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi para pencinta lingkungan dan kehutanan.
BAB II
KEBAKARAN HUTAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
A. Kebakaran Hutan dan Faktor
Penyebabnya
Api
sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah
lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir
zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan
menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi
perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan
kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar,
berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997).
Analisis
terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah terbakar
secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu. Kebakaran
besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang lebih kering
dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan lebih dari 10
ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan pertanian.
Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat yang
tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang baru bagi
hutan Indonesia (Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999).
Menurut
Danny (2001), penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur
adalah karena aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh
kejadian alam. Proses kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa
terjadi karena sambaran petir, benturan longsuran batu, singkapan batu bara,
dan tumpukan srasahan. Namun menurut Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran
karena proses alam tersebut sangat kecil dan untuk kasus Kalimatan kurang dari 1
%.
Kebakaran
hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti
kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 (Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut juga
memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang tidak
hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh propinsi, serta tidak hanya
terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non hutan.
Penyebab
kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena
alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang
berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
1.
Sistem perladangan tradisional dari
penduduk setempat yang berpindah-pindah.
2.
Pembukaan hutan oleh para pemegang
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa
sawit.
3.
Penyebab struktural, yaitu kombinasi
antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga
menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Perladangan
berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana
pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah
dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat
terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove,
1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai
kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan
HPH.
Pembukaan
hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman
industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda
pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif
pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering
berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk
pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung,
hutan produksi dan lahan lainnya.
Sedangkan
penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para
pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang
merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah
dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif
negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran
demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini
kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat
tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
B. Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan
1.
Areal hutan yang terbakar
Beberapa
tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya pada
musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada
tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah
menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini
merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di
Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997).
Kemudian
rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada tahun
1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas
terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul
Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta
hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya
kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun meskipun luas areal
yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan umumnya tidak
terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal Perlindungan hutan
dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun
sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara 3 ribu hektar
sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi
Alam, 2003).
2.
Kerugian yang ditimbulkannya
Kebakaran
hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan
dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia
tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun
1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi
sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US
$ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut
kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan
bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi
karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).
Hasil
perhitungan ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan
bahwa kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar
sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan
kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan
yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun,
bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan
kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.
3.
Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran
hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/98 menimbulkan
dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan.
Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran
yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut
juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Asap
tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu kesehatan
masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal juga
mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi
darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar
banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada
transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau
kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda.
Kerugian
karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan
penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang
tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar
membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa
asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai
Darussalam, Malaysia dan Thailand.
Dampak
lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya
margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur
tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan
terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena
itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di
berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga
sulit diperhitungkan.
Analisis
dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan
tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi
berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat
terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat.
Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas
dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar
bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.
C. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran Hutan
Sejak
kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian
diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya, sebenarnya telah
dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun
penanggulangannya.
1.
Upaya Pencegahan
Upaya
yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain
(Soemarsono, 1997):
a.
Memantapkan kelembagaan dengan
membentuk dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non
struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta
Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI;
b.
Melengkapi perangkat lunak berupa
pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
c.
Melengkapi perangkat keras
berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan;
d.
Melakukan pelatihan pengendalian
kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan
serta masyarakat sekitar hutan;
e.
Kampanye dan penyuluhan melalui
berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan;
f.
Pemberian pembekalan kepada
pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran
Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup;
g.
Dalam setiap persetujuan pelepasan
kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan
hutan tanpa bakar.
2.
Upaya Penanggulangan
Disamping
melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai
kegiatan antara lain (Soemarsono, 1997):
a.
Memberdayakan posko-posko kebakaran
hutan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus
dilakukan selama siaga I dan II.
b.
Mobilitas semua sumberdaya (manusia,
peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan
maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
c.
Meningkatkan koordinasi dengan
instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah
melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
d.
Meminta bantuan luar negeri untuk
memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran
di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan
Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan
sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
D. Peningkatan Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan
Upaya
pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini ternyata belum
memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus terjadi pada
setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
a.
Kemiskinan
dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
b.
Kesadaran
semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih rendah.
c.
Kemampuan
aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan penyuluhan untuk
kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman kebakaran semak belukar dan
hutan masih rendah.
d.
Upaya
pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan kebakaran hutan
belum memadai.
Hasil
identifikasi dari serentetan kebakaran hutan menunjukkan bahwa penyebab utama
kebakaran hutan adalah faktor manusia dan faktor yang memicu meluasnya areal
kebakaran adalah kegiatan perladangan, pembukaan HTI dan perkebunan serta
konflik hukum adat dengan hukum negara, maka untuk meningkatkan efektivitas dan
optimasi kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan perlu upaya
penyelesaian masalah yang terkait dengan faktor-faktor tersebut.
Di
sisi lain belum efektifnya penanggulangan kebakaran disebabkan oleh faktor kemiskinan
dan ketidak adilan, rendahnya kesadaran masyarakat, terbatasnya kemampuan
aparat, dan minimnya fasilitas untuk penanggulangan kebakaran, maka untuk
mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di masa
depan antara lain:
a.
Melakukan
pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran
atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan semak belukar.
b.
Memberikan
penghargaan terhadap hukum adat sama seperti hukum negara, atau merevisi hukum
negara dengan mengadopsi hukum adat.
c.
Peningkatan
kemampuan sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan maupun pendidikan
formal. Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran hutan merupakan alternatif
yang bisa ditawarkan.
d.
Melengkapi
fasilitas untuk menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak maupun
perangkat kerasnya.
e.
Penerapan
sangsi hukum pada pelaku pelanggaran dibidang lingkungan khususnya yang memicu
atau penyebab langsung terjadinya kebakaran.
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai
penutup tulisan ini dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hutan merupakan sumberdaya alam yang
tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati
sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur
tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya.
Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan
peraturan pemerintah.
2. Kebakaran merupakan salah satu
bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering
terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya
sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang
optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang
terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu
dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang
berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan
aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas
untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan
penerapan sangsi secara tegas.
DAFTAR PUSTAKA
Danny, W.,
2001. Interaksi Ekologi dan Sosial Ekonomi Dengan Kebakaran di Hutan Propinsi
Kalimantan Timur, Indonesia. Paper Presentasi pada Pusdiklat Kehutanan. Bogor.
33 hal.
Direktotar
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Kebakaran Hutan Menurut
Fungsi Hutan, Lima Tahun Terakhir. Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam, Jakarta.
Dove,
M.R., 1988. Sistem Perladangan di Indonesia. Suatu studi-kasus dari Kalimantan
Barat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 510 hal.
Soemarsono,
1997. Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia (Penyebab, Upaya
dan Perspektif Upaya di Masa Depan). Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran
Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di
Yogyakarta. hal:1-14.
Soeriaatmadja,
R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya. Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran
Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di
Yogyakarta. hal: 36-39.
Schweithelm,
J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam
Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di
Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup
Saharjo
dan Husaeni, 1998. East Kalimantan Burns. Wildfire 7(7):19-21.
Tacconi,
T., 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia, Penyebab, biaya dan implikasi
kebijakan. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor,
Indonesia. 22 hal. http://www.cifor.cgiar.org/Publiction/occasional paper no 38
(i)/html
http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dan
berkat rahmat-Nya penyusun telah menyelesaikan makalah tentang KEBAKARAN HUTAN
INDONESIA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA. Untuk memenuhi tugas mata kuliah IAD.
Walaupun dalam penyusunan makalah ini banyak menemukan kesulitan, tapi berkat
semua pihak makalah ini dapat terselesaikan walaupun jauh dari sempurna.
Untuk itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini. Akhir kata
penyusun mengucapkan terimakasih dan mengharapkan makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.
ii
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II
KEBAKARAN HUTAN INDONESIA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA 3
A.
Kebakaran Hutan
dan Faktor Penyebabnya ............................................. 3
B.
Kerugian dan
Dampak Kebakaran Hutan ................................................ 5
C.
Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan .................... 8
D.
Peningkatan
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan ............................ 9
BAB III
KESIMPULAN / PENUTUP ....................................................... 11
iii
|