BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur
Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) , adalah peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo
Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur,
sejak tanggal 29 Mei
2006. Semburan lumpur
panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian,
dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas
perekonomian di Jawa Timur.
Berdasarkan
beberapa pendapat ahli , lumpur keluar disebabkan karena adanya patahan, banyak
tempat di sekitar Jawa Timur sampai ke Madura seperti Gunung Anyar di Madura,
"gunung" lumpur juga ada di Jawa Tengah (Bleduk Kuwu). Fenomena ini
sudah terjadi puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu. Jumlah lumpur di
Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar 100.000 meter kubik perhari, yang
tidak mungkin keluar dari lubang hasil "pemboran" selebar 30 cm. Dan
akibat pendapat awal dari WALHI maupun Meneg Lingkungan Hidup yang mengatakan
lumpur di Sidoarjo ini berbahaya, menyebabkan dibuat tanggul diatas tanah milik
masyarakat, yang karena volumenya besar sehingga tidak mungkin menampung
seluruh luapan lumpur dan akhirnya menjadikan lahan yang terkena dampak menjadi
semakin luas.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun di dalam laporan ini,penyusun menemukan beberapa masalah sehingga
penyusun dapat terapkan dalam perumusan masalah,yaitu :
1.Tepatnya, lokasi semburan
berada di daerah mana?
2.Apa yang menjadi penyebab
terjadinya semburan?
3.Seberapa besar volume lumpur
yang sudah ada saat ini?
4.Apa saja kandungan kimia
dari lumpur tersebut?
5.Apa dampak yang
diakibatkan lumur tersebut bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas
perekonomian di Jawa Timur?
C. TUJUAN PEMBUATAN LAPORAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut,maka tujuan pembuatan laporan ini adalah :
1.Mengetahui secara jelas dimana lokasi semburan berada.
2.Mengetahui penyebab terjadinya semburan.
3.Mengetahui volume lumpur yang sudah ada (sudah disemburkan ).
4. Mengetahui kandungan kimia apa saja yang ada dalam lumpur.
5.Mengetahui dampak yang diakibatkan lumur tersebut bagi masyarakat
sekitar maupun bagi
aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
D. MANFAAT PEMBUATAN LAPORAN
Adapun laporan ini diharapkan membawa manfaat,sebagai berikut :
1.Dapat digunakan sebagai
sumbangan bagi dunia Ilmu Pengetahuan dalam menjelaskan materi yang berkaitan
dengan masalah-masalah lingkungan,khususnya di Indonesia.
2.Menjadi sumber pengetahuan
bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang “Lumpur Lapindo,Sidoarjo”.
BAB II
LAMPIRAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
A. Banjir lumpur panas Sidoarjo
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) ,
adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo
Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur,
sejak tanggal 29 Mei
2006. Semburan lumpur
panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman,
pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta
mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
B. Lokasi
Lokasi semburan lumpur ini
berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah
selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan
Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.
Lokasi pusat semburan hanya
berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur
eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok
Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut
diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur
tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan.
Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan
pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan
pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih
banyak yang condong kejadian itu adalah akibat pemboran.
Lokasi semburan lumpur
tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu
kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol
Surabaya-Gempol, jalan raya
Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta
jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia
C. Perkiraan penyebab kejadian
Ada
yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat
lokasi itu.
Lapindo Brantas melakukan
pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan
perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu
diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah
menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut
direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi
Kujung (batu gamping). Sumur
tersebut akan dipasang selubung bor (casing
) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi
potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick
(masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus
formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya,
Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing
20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing
13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006).
Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297
kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang
tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung
(8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo,
sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang
salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di
zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka
membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka
merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping
formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing
lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure
(bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out)
tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9297 kaki,
akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung
sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping
formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang
digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu
gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo
kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur
Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick).
Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur
standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP)
di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat
ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi,
fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas
antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13
3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak
stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures)
yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya
terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida
formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu
melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout
terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Perlu diketahui bahwa untuk
operasi sebuah kegiatan pemboran MIGAS di Indonesia setiap tindakan harus
seijin BP MIGAS, semua dokumen terutama tentang pemasangan casing sudah
disetujui oleh BP MIGAS.
Dalam AAPG 2008 International
Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference
Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan
yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG)
dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga)
ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh
dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara
ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam
belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan
Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan
teknis dalam proses pemboran.
D. Volume lumpur
Berdasarkan beberapa pendapat
ahli lumpur keluar disebabkan karena adanya patahan, banyak tempat di sekitar
Jawa Timur sampai ke Madura seperti Gunung Anyar di Madura, "gunung"
lumpur juga ada di Jawa Tengah (Bleduk Kuwu). Fenomena ini sudah terjadi
puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu. Jumlah lumpur di Sidoarjo yang keluar
dari perut bumi sekitar 100.000 meter kubik perhari, yang tidak mungkin keluar
dari lubang hasil "pemboran" selebar 30 cm. Dan akibat pendapat awal
dari WALHI maupun Meneg Lingkungan Hidup yang mengatakan lumpur di Sidoarjo ini
berbahaya, menyebabkan dibuat tanggul diatas tanah milik masyarakat, yang
karena volumenya besar sehingga tidak mungkin menampung seluruh luapan lumpur
dan akhirnya menjadikan lahan yang terkena dampak menjadi semakin luas.
E. Hasil uji lumpur
Berdasarkan pengujian
toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab)
diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik
untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida
Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol,
Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian
menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Beberapa hasil pengujian
|
||
Parameter
|
Hasil uji maks
|
Baku Mutu
(PP Nomor 18/1999) |
Arsen
|
0,045 Mg/L
|
5 Mg/L
|
Barium
|
1,066 Mg/L
|
100 Mg/L
|
Boron
|
5,097 Mg/L
|
500 Mg/L
|
Timbal
|
0,05 Mg/L
|
5 Mg/L
|
Raksa
|
0,004 Mg/L
|
0,2 Mg/L
|
Sianida
Bebas
|
0,02 Mg/L
|
20 Mg/L
|
Trichlorophenol
|
0,017 Mg/L
|
2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol)
400 Mg/L (2,4,4 Trichlorophenol) |
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu
(Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata)
menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota
akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat
menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur
tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended
Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000
ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar
EDP-BPPKA Pertamina,
lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L
SPP.
Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang
diperlukan untuk membuang lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke
dalam laut. Jika nilai LC50 lebih besar dari 30.000 Mg/L SPP, lumpur dapat
dibuang ke perairan.
Namun Simpulan dari Wahana
Lingkungan Hidup menunjukkan hasil berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa
secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah
tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya
jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo
dan sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar yaitu mencapai 146 kali
dari ambang batas yang telah ditentukan. (lihat: Logam Berat
dan PAH Mengancam Korban Lapindo)
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa
ambang batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m3 atau setara
dengan 0,23 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/kg. Maka dari hasil analisis di
atas diketahui bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung
kadar Chrysene diatas ambang
batas. Sedangkan untuk Benz(a)anthracene hanya
terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya diatas ambang
batas.
Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam
lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali diatas ambang batas bahkan ada yang
lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene)
tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:
- Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan)
- Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit
- Kanker
- Permasalahan reproduksi
- Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan
lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun
kedepan. Dan yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam
kehidupan anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan
lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei
2009 atau tiga tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban
sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut.
Hasil analisa logam pada materi
Parameter
|
Satuan
|
Kep. MenKes no 907/2002
|
Lumpur Lapindo
|
Air Lumpur Lapindo
|
Sedimen Sungai Porong
|
Air Sungai Porong
|
Kromium (Cr)
|
mg/L
|
0,05
|
nd
|
Nd
|
nd
|
nd
|
Kadmium (Cd)
|
mg/L
|
0,003
|
0,3063
|
0,0314
|
0,2571
|
0,0271
|
Tembaga (Cu)
|
mg/L
|
1
|
0,4379
|
0,008
|
0,4919
|
0,0144
|
Timbal (Pb)
|
mg/L
|
0,05
|
7,2876
|
0,8776
|
3,1018
|
0,6949
|
F. Dampak
Semburan lumpur ini membawa
dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas
perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak
Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat
maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
· Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi
empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga
setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini
juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus
2006, luapan lumpur ini
telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan
Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa
dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam
lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
· Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006
antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo,
Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas,
30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
· Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi
dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang
terkena dampak lumpur ini.
· Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam
tak bekerja.
· Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong,
serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan
telepon)
· Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak
1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480,
Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri),
kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala
15 unit.
· Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal
persawahan
· Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo
Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk
dana darurat penanggulangan lumpur.
· Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan
sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam.
· Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak
ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu
melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
· Tak kurang 600 hektar lahan terendam.
· Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan
listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat
difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini
juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi Surabaya-Malang dan
Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini
berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro
(Mojokerto) dan Pasuruan
yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
G. Upaya penanggulangan
Rumah yang terendam lumpur panas
Sejumlah
upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan
membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur
terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol,
yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika
dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton
pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian
Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006,
mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi
yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan
volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang
jelas.
Badan
Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi.
Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun
meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember
Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul
jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan
mulai melibas rel kereta. Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan
jangka pendek.
Sudah ada tiga tim ahli yang
dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka
bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah,
dan sejumlah ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar
dari ITS, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang
menangani penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan
jangka pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk
jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.
H.
Skenario penghentian semburan
lumpur
Ada
pihak-pihak yang mengatakan luapan lumpur ini bisa dihentikan, dengan beberapa
skenario dibawah ini, namun asumsi luapan bisa dihentikan sampai tahun 2009
tidak berhasil sama sekali, yang mengartikan luapan ini adalah fenomena alam. Skenario
pertama, menghentikan luapan lumpur dengan menggunakan snubbing unit
pada sumur Banjar Panji-1. Snubbing unit adalah suatu sistem peralatan
bertenaga hidrolik yang umumnya digunakan untuk pekerjaan well-intervention
& workover (melakukan suatu pekerjaan ke dalam sumur yang sudah
ada). Snubbing unit ini digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor seberat
25 ton dan panjang 400 meter yang tertinggal pada pemboran awal. Diharapkan
bila mata bor tersebut ditemukan maka ia dapat didorong masuk ke dasar sumur
(9297 kaki) dan kemudian sumur ditutup dengan menyuntikan semen dan lumpur
berat. Akan tetapi skenario ini gagal total. Rangkaian mata bor tersebut
berhasil ditemukan di kedalaman 2991 kaki tetapi snubbing unit gagal
mendorongnya ke dalam dasar sumur.
Skenario kedua dilakukan
dengan cara melakukan pengeboran miring (sidetracking) menghindari mata
bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan rig milik
PT Pertamina
(persero). Skenario kedua ini juga gagal karena telah ditemukan
terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500 kaki,
serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1. Kondisi itu
mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul
gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan
keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih
dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi.
Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.
Skenario ketiga, pada tahap
ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan terlebih dulu membuat tiga sumur baru (relief
well). Tiga lokasi tersebut antara lain: Pertama, sekitar 500 meter barat
daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500 meter barat barat laut sumur
Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1.
Sampai saat ini skenario ini masih dijalankan.
Ketiga skenario beranjak dari
hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan di dinding sumur Banjar Panji-1.
Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang terjadi adalah fenomena gunung lumpur (mud
volcano), seperti di Bledug Kuwu di Purwodadi,
Jawa Tengah.
Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus memuntahkan lumpur cair hingga membentuk
rawa.
Rudi Rubiandini, anggota Tim
Pertama, mengatakan bahwa gunung lumpur hanya bisa dilawan dengan
mengoperasikan empat atau lima relief well sekaligus. Semua sumur
dipakai untuk mengepung retakan-retakan tempat keluarnya lumpur. Kendalanya
pekerjaan ini mahal dan memakan waktu. Contohnya, sebuah rig (anjungan
pengeboran) berikut ongkos operasionalnya membutuhkan Rp 95 miliar. Biaya bisa
membengkak karena kontraktor dan rental alat pengeboran biasanya memasang tarif
lebih mahal di wilayah berbahaya. Paling tidak kelima sumur akan membutuhkan Rp
475 miliar. Saat ini pun sulit mendapatkan rig yang menganggur di tengah
melambungnya harga minyak.
Rovicky Dwi Putrohari, seorang
geolog independen, menulis bahwa di lokasi sumur Porong-1, tujuh kilometer
sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat tanda-tanda geologi yang menunjukkan
luapan lumpur pada zaman dulu, demikian analisanya. Rovicky mencatat sebuah hal
yang mencemaskan: semburan lumpur di Porong baru berhenti dalam rentang waktu
puluhan hingga ratusan tahun.
Dalam dokumen Laporan Audit
Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 disebutkan temuan-temuan bahwa
upaya penghentian semburan lumpur tersebut dengan teknik relief well tidak
berhasil disebabkan oleh faktor-faktor nonteknis, diantaranya: peralatan yang
dibutuhkan tidak disediakan. Senada dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan,
Rudi Rubiandini juga menyatakan bahwa upaya penghentian semburan lumpur dengan
teknik relief well tersebut tidak dilanjutkan dengan alasan kekurangan dana.
I.
Antisipasi kegagalan
menghentikan semburan lumpur
Jika
skenario penghentian lumpur terlambat atau gagal maka tanggul yang disediakan
tidak akan mampu menyimpan lumpur panas sebesar 126,000 m3 per hari. Pilihan
penyaluran lumpur panas yang tersedia pada pertengahan September 2006 hanya
tinggal dua.Skenario ini dibuat kalau luapan lumpur adalah kesalahan manusia,
seandainya luapan lumpur dianggap sebagai fenomena alam, maka skenario yang
wajar adalah 'bagaimana mengalirkan lumpur kelaut' dan belajar bagaimana hidup
dengan lumpur.
Pilihan pertama adalah
meneruskan upaya penangangan lumpur di lokasi semburan dengan membangun waduk
tambahan di sebelah tanggul-tanggul yang ada sekarang. Dengan sedikit upaya
untuk menggali lahan ditempat yang akan dijadikan waduk tambahan tersebut agar
daya tampungnya menjadi lebih besar. Masalahnya, untuk membebaskan lahan disekitar
waduk diperlukan waktu, begitu juga untuk menyiapkan tanggul yang baru,
sementara semburan lumpur secara terus menerus, dari hari ke hari, volumenya
terus membesar.
Pilihan kedua adalah
membuang langsung lumpur panas itu ke Kali Porong.
Sebagai tempat penyimpanan lumpur, Kali Porong ibarat waduk yang telah
tersedia, tanpa perlu digali, memiliki potensi volume penampungan lumpur panas
yang cukup besar. Dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali tersebut,
bila separuhnya akan diisi lumpur panas Sidoardjo, maka potensi penyimpanan
lumpur di Kali Porong sekitar 300,000 m3 setiap kilometernya. Dengan kata lain,
kali Porong dapat membantu menyimpan lumpur sekitar 5 juta m3, atau akan
memberikan tambahan waktu sampai lima bulan bila volume lumpur yang dipompakan
ke Kali Porong tidak melebihi 50,000 m3 per hari. Bila yang akan dialirkan ke
Kali Porong adalah keseluruhan lumpur yang menyembur sejak awal Oktober 2006,
maka volume lumpur yang akan pindah ke Kali Porong mencapai 10 juta m3 pada
bulan Desember 2006. Volume lumpur yang begitu besar membutuhkan frekuensi dan
volume penggelontoran air dari Sungai Brantas
yang tinggi, dan kegiatan pengerukan dasar sungai yang terus menerus, agar Kali
Porong tidak berubah menjadi waduk lumpur. Sedangkan untuk mencegah
pengembaraan koloida lumpur Sidoardjo di perairan Selat Madura,diperlukan
upaya pengendapan dan stabilisasi lumpur tersebut di kawasan pantai Sidoardjo.
Para pakar yang melakukan
simposium di ITS pada minggu kedua September, menyampaikan informasi bahwa
kawasan pantai di Kabupaten Sidoardjo mengalami proses reklamasi pantai secara
alamiah dalam beberapa dekade terakhir disebabkan oleh proses sedimentasi dan
dinamika perairan Selat Madura. Setiap tahunnya, pantai Sidoardjo bertambah 40
meter. Sehingga upaya membentuk kawasan lahan basah di pantai yang terbuat dari
lumpur panas Sidoardjo, merupakan hal yang selaras dengan proses alamiah
reklamasi pantai yang sudah berjalan beberapa dekade terakhir.
Dengan mengumpulkan lumpur
panas Sidoarjo ke tempat yang kemudian menjadi lahan basah yang akan ditanami
oleh mangrove, lumpur tersebut dapat dicegah masuk ke Selat Madura sehingga
tidak mengancam kehidupan nelayan tambak di kawasan pantai Sidoardjo dan
nelayan penangkap ikan di Selat Madura. Pantai rawa baru yang akan menjadi
lahan reklamasi tersebut dikembangkan menjadi hutan bakau yang lebat dan subur,
yang bermanfaat bagi pemijahan ikan, daerah penyangga untuk pertambakan udang.
Pantai baru dengan hutan bakau diatasnya dapat ditetapkan sebagai kawasan
lindung yang menjadi sumber inspirasi dan sarana pendidikan bagi masyarakat
terhadap pentingnya pelestarian kawasan pantai.
J.
Tim Nasional Penanggulangan
Semburan Lumpur
Pada 9 September
2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani surat keputusan
pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo, yaitu
Keppres Nomor 13 Tahun 2006. Dalam Keppres itu disebutkan, tim dibentuk untuk
menyelamatkan penduduk di sekitar lokasi bencana, menjaga infrastruktur dasar,
dan menyelesaikan masalah semburan lumpur dengan risiko lingkungan paling
kecil. Tim dipimpin Basuki Hadi Muljono, Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, dengan tim
pengarah sejumlah menteri, diberi mandat selama enam bulan. Seluruh biaya untuk
pelaksanaan tugas tim nasional ini dibebankan pada PT Lapindo Brantas.Namun
upaya Timnas yang didukung oleh Rudy Rubiandini ternyata gagal total walaupun
telah menelan biaya 900 milyar rupiah.
K. Keputusan Pemerintah
Rapat Kabinet pada 27 September
2006 akhirnya memutuskan untuk membuang lumpur panas Sidoardjo langsung ke Kali
Porong. Keputusan itu dilakukan karena terjadinya peningkatan volume semburan
lumpur dari 50,000 meter kubik per hari menjadi 126,000 meter kubik per hari,
untuk memberikan tambahan waktu untuk mengupayakan penghentian semburan lumpur
tersebut dan sekaligus mempersiapkan alternatif penanganan yang lain, seperti
pembentukan lahan basah (rawa) baru di kawasan pantai Kabupaten Sidoardjo.
L.
Pendapat Kontra pembuangan
lumpur secara langsung
Banyak pihak menolak rencana
pembuangan ke laut ini, diantaranya Walhi
dan ITS.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi,
dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, 5 September
2006, menyatakan luapan lumpur Lapindo mengakibatkan produksi tambak pada lahan
seluas 989 hektar di dua kecamatan mengalami kegagalan panen. Departemen
Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan kerugian akibat luapan lumpur pada
budidaya tambak di kecamatan Tanggulangin dan Porong Sidoarjo, Jawa Timur,
mencapai Rp10,9 miliar per tahun. Dan rencana pembuangan lumpur yang dilakukan
dengan cara mengalirkannya ke laut melalui Sungai Porong, bisa mengakibatkan
dampak yang semakin meluas yakni sebagian besar tambak di sepanjang pesisir
Sidoarjo dan daerah kabupaten lain di sekitarnya, karena lumpur yang sampai di
pantai akan terbawa aliran transpor sedimen sepanjang pantai.
Dampak lumpur itu bakal
memperburuk kerusakan ekosistem Sungai Porong. Ketika masuk ke laut, lumpur
otomatis mencemari Selat Madura dan sekitarnya. Areal tambak
seluas 1.600 hektare di pesisir Sidoarjo akan terpengaruh.
Alternatif yang sudah dikaji
lembaga seperti Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya, dengan memisahkan air
dari endapan lumpur lalu membuang air ke laut. Lumpur itu mengandung 70 persen
air, sisanya bahan endapan. Kalau air bisa dibuang ke laut, tentu danau
penampungan tak perlu diperlebar, dan tekanan pada tanggul bisa dikurangi.
Sampai tahun 2009 ternyata teori itu tidak bisa membuktikan adanya dampak
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur
Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) , adalah peristiwa menyemburnya lumpur
panas di lokasi pengeboran Lapindo
Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
2. Lapindo
Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan
menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara.
3. Jumlah
lumpur di Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar 100.000 meter kubik
perhari, yang tidak mungkin keluar dari lubang hasil "pemboran"
selebar 30 cm.
4. Kandungan
kimia yang terdapat didalam lumpur lapindo Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa,
Sianida Bebas,Trichlorophenol.adapun ambang batas H2S yang
diperbolehkan dekat dengan lumpur adalah 20 ppm.
5. Dampak yang
ditimbulkan dari lumpur lapindo adalah Lumpur menggenangi 16 desa di tiga
kecamatan, Sekitar 30 pabrik yang tergenang, Empat kantor pemerintah juga tak
berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja,Tidak berfungsinya sarana
pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan
prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon),Rumah/tempat tinggal
yang rusak akibat diterjang lumpur,Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang
tergenangi, termasuk areal persawahan,Meledaknya pipa gas milik Pertamina,Ditutupnya
ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan,Tak kurang
600 hektar lahan terendam dan Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan
listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat
difungsikan dan lahan dan ternak habis terendam.
B. SARAN
Semoga Pemerintah,BPLS dan
masyarakat dapat bekerja sama dalam menanggulangi semburan lumpur lapindo dan
masyarakat yang menjadi korban mendapatkan ganti rugi setimpal.
DAFTAR PUSTAKA
www.mediaindonesia.com/.../Kronologi-Bencana-Lumpur-Lapindo
d.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
www.antaranews.com/.../wisata-lumpur-lapindo